Rabu, 30 Mei 2012

Agama : Sebuah Apel dan Buah Hati

Sebuah Apel dan Buah Hati


<http://www.eramuslim.com/syariah/bercermin-salaf/cetak/sebuah-apel-dan-buah-hati>

Hari itu cuaca teramat panas, matahari memancar terik sejak pagi, anak
Khalifah Umar bin Abdul Azis yang paling bungsu sehabis bermain sejak pagi
berasa sangat lapar lalu meminta makanan daripada ibunya. Tetapi ketika itu
isteri Khalifa, Fatimah belum memasak sesuatu apapun.

“Pergilah berjumpa dengan ayahmu di baitulmal, mungkin dia dapat memberikan
kamu sesuatu yang dapat dimakan,” kata Fatimah.

Anak itupun berlari lari riang dan lucu mencari ayahnya. Ketika itu ia
melihat ayahnya Khalifah Umar bin Abdul Azis masih bersama beberapa orang
pegawainya untuk menimbang sejumlah buah apel untuk dibagikan kepada mereka
yang layak menerimanya.

Tiba tiba masuk seorang buah hati Khalifah yang kecil itu menuju tumpukan
buah apel, lalu mengambil sebuah apel dari tumpukkan dan lalu hendak
memakannya. Khalifah Umar bin Abdul Azis melihat anak kesayangannya
mengambil dan khalifah segera merebut paksa buah apel itu dari mulut
anaknya hingga buah hatinya menangis lalu berlari pulang ke rumahnya.

“Wahai Amirul Mukminin, anakmu itu sedang lapar, toh kita masih mempunyai
stok banyak buah apel untuk diberikan kepada orang banyak, sekiranya hilang
satu buah, tentu tidaklah menjadi kerugian,” kata Sahal, adik Khalifah Umar
bin Abdul Azis yang turut berada dan menyaksikan kejadian tersebut.

Sahal, tidak sampai hati melihat keponakannya yang sedang lapar itu
menangis ketika sebuah apel yang hendak dimasukkan kedalam mulut yang
direbut oleh ayahnya.

Khalifah Umar Abdul Azis hanya berdiam diri mendengar kata kata adiknya
ini. Hatinya sendiri ketika itu sedang gelisah. Dia terpaksa memilih antara
keridhaan Allah dengan keinginan anak kesayangannya. Dia memilih
mengutamakan keridhaan Allah.

Selesai kerjanya di baitulmal, Khalifah Umar pulang segera ke rumah.
Ditemui anak bungsunya yang sedang lucu lucunya, dan dia memeluk dan
mencium buah hatinya, tapi dia mencium harumnya buah apel pada mulut si
bungsu anaknya, Khalifah Umar segera memanggil Isterinya , Fatimah.

“Wahai Fatimah, darimana kamu dapatkan buah apel untuk anak kita?” Tanya
Khalifah Umar bin Abdul Azis.

“Anak itu sedang kelaparan tadi siang , dan ia ingin sekali memakan buah
apel, lalu akhirnya saya belikan sebuah di pasar, apel itulah yang
dimakannya untuk menahan rasa laparnya.” Jawab Fatimah.

Dengan wajah lapang dan sambil menangis Khalifah Umar bin Abdul Azis pun
bercerita kejadian tadi siang terkait dengan anak bungsunya dan ia
berkata,”Wahai isteriku Fatimah, ketika saya merebut buah apel itu dari
mulut anak kita, sungguh, saya merasakan seperti merengut jantung saya
sendiri. Tetapi apa daya karena saya sangat takut akan api neraka yang akan
membakar anak kita, jadinya saya rebut buah apel itu dari mulutnya.

Begitulah seorang hamba Allah, seorang Khalifah , mu’min ,muttaqin, yang
mencontohkan kehati hatiannya , yang mengharapkan seluruh keluarga bahkan
rakyatnya untuk mencapai surga Allah, beliau sangat khawatir barang barang
haram memasuki aliran darah di keluarganya.

Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan pemimpin dan pejabat Negara
ini…bagaimana dengan keturunan mereka? Apakah menikmati hasil atau harta
harta Negara atau fasilitas Negara yang di atur atur…Ya Allah lindungi kami
dan keluarga kami, para pemimpin kami , para ustadz kami, dan seluruh kaum
muslim agar kami dan mereka memperhatikan apa apa rezeki yang
dinikmatinya…(MM)

Agama : Nabi Muhammad Menerima Saran Dari Sohabat

Pertempuran besar akan terjadi. Rasulullah SAW dan pasukan Islam bergerak untuk mendahului kaum Musyrikin Quraisy sehingga mereka bisa menduduki tempat di dekat sumur Badar. Dengan begitu, mereka dapat menghalangi Quraisy dari sumur itu. Pada sore hari, mereka telah sampai di dekat sumur itu.

Saat itu berdirilah Hubbab bin Mundzir, “Wahai Rasulullah, apakah keputusan untuk menempati lokasi ini merupakan wahyu Allah, atau merupakan pendapatmu sebagai siasat dan taktik perang?”
Rasulullah SAW menjawab, “Ini merupakan pendapatku sebagai siasat dan taktik perang.”
Hubbab berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jika ini strategi yang lahir dari pendapatmu dan bukan merupakan wahyu, maka menurutku, kita harus berhenti di tepi sebelah sana sehingga kita lebih dekat dari mereka. Kita timbun sumur mereka, lalu kita penuhi sumur kita dengan air sehingga mereka tidak bisa menjangkaunya. Ketika berperang, kita bisa minum dengan leluasa, tetapi mereka kesulitan mendapatkan air sehingga tidak bisa minum.”
Lalu, Rasulullah SAW berkata, “Pendapatmu sangat tepat.”
Kemudian Rasulullah SAW bangkit membawa pasukannya sampai jarak mereka lebih dekat dengan sumur dari pihak musuh.
Demikianlah salah satu strategi jitu yang diterapkan oleh Rasulullah SAW dan pasukannya. Ternyata taktik perang yang disampaikan Hubbab sangat tepat. Pasukan Islam pun berhasil meraih kemenangan berkat taktik tersebut walaupun kenyataannya jumlah pasukan kafir jauh lebih banyak. Ketika pasukan kafir Quraisy kehausan, mereka lalu segera berhamburan meminum air dari sumur Badar. Dengan cepat pasukan Islam menyerang mereka hingga banyak di antara orang-orang kafir itu mati dan sebagian lagi lari terbirit-birit.
Inilah salah satu bukti keindahan akhlak Rasulullah SAW. Beliau mau menerima pendapat sahabatnya, padahal beliau seorang Nabi dan utusan Allah! Beliau adalah orang yang paling bertakwa. Apakah dengan cara yang dilakukan Rasulullah ini, para sahabat menjauhi dan menghina beliau? Ternyata tidak. Justru beliau semakin dicintai. Setiap titahnya semakin dihargai. Setiap kata-katanya diingat, dihafal, dan dijalani dengan sepenuh hati. Beliau tidak menang sendiri; pokoknya apa yang dikatakan harus dilakukan. Titik. Ternyata tidaklah demikian adanya. Bahkan beliau pernah meminta doa kepada salah seorang sahabatnya yang akan pergi haji ke Makkah. Hal ini menunjukkan kerendahhatian beliau.
Orang-orang yang tidak mengerti dan berpikiran pendek bisa saja mengatakan, “Lihat saja Nabimu. Dia minta pendapat kepada teman-temannya, bukankah dia seorang Nabi? Seharusnya seorang Nabi itu lebih mengetahui daripada orang lain. Dia juga minta doa kepada para sahabatnya, bukankah dia seorang Nabi? Jadi, mengapa dia harus meminta doa, bukankah doa yang dipanjatkannya selalu dikabulkan Allah?” Mereka tidak melihat sisi kemanusiaan Rasulullah. Mereka hanya memandang Rasulullah ada di atas sana, tidak terjangkau layaknya malaikat yang tidak pernah berbuat dosa atau bahkan menganggapnya sebagai Tuhan!
Rasulullah adalah orang yang sederhana. Tidak memiliki banyak harta. Andaikata para sahabatnya gila harta, tentu mereka meminta harta dari Rasulullah. Walaupun demikian, Rasulullah adalah orang yang dermawan. Beliau memberikan apa yang dimiliki dengan senang hati. Beliau pernah memberikan mantel bagus yang baru saja dipakainya. Oleh karena itu, bukanlah harta yang dikedepankan Rasulullah, tetapi akhlak mulia. Bukanlah pangkat dan jabatan yang bisa mengangkat derajat dan martabat seseorang, tetapi akhlak mulia!
Mungkin saja ada orang yang lebih banyak memberi daripada Rasulullah, tetapi tidak ada orang yang mampu menyamai akhlak beliau. Kadang orang memberi sedikit tapi yang diberi sangat senang bukan main. Si penerima sangat menghormati si pemberi. Padahal yang diberi hanya sedikit saja! Hal itu terjadi karena akhlak mulia si pemberi. Sebaliknya, ada orang yang banyak memberi, tapi di belakang si penerima tidak senang hati. Walaupun sangat membutuhkan terhadap apa yang diberi, tetapi dia tidak begitu peduli dengan si pemberi. Ya, hal itu terjadi karena akhlak buruk si pemberi. Saat memberi dia ingin di puji, sombong, dan ingin orang-orang yang diberi tunduk padanya. Bila tidak tunduk, dia sangat marah. Jadilah orang seperti ini dijauhi.
Rasulullah Saw. selalu mengedepankan akhlak. Meskipun yang dihadapinya seorang anak kecil. Keindahan akhlak memancarkan kemilau cahaya ke seluruh penjuru bumi. Ketiadaannya membuat orang-orang di sekitarnya sedih. Keberadaannya selalu dinanti-nanti.”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran: 159)
http://abu-farras.blogspot.com/2012/05/bukan-harta-tapi-akhlak-mulia.html
__._,_.___