Jumat, 28 Desember 2012

Tariq bin Ziyad

Mendung   hitam   menggelayut  di  atas  bumi  Spanyol.  Eropa  sedang dikangkangi  oleh  penjajah,  Raja  Gotik  yang  kejam.  Wanita merasa terancam  kesuciannya,  petani  dikenakan pajak tanah yang tinggi, dan banyak lagi penindasan yang tak berperikemanausiaan. Raja  dan  anteknya  bersuka ria dalam kemewahan sedang rakyat merintih dalam  kesengsaraan. Sebagian besar penduduk yang beragama Kristen danYahudi,  mengungsi  ke Afrika, berharap mendapat ketenangan yang lebih menjanjikan. Dan saat itu Afrika, adalah sebuah daerah yang makmur dan mempunyai  toleransi  yang  tinggi  karena  berada  di  bawah  naungan pemerintahan Islam.
Satu  dari  jutaan  pengungsi  itu  adalah Julian, Gubernur Ceuta yang putrinya  Florinda  telah  dinodai Roderick, raja bangsa Gotik. Mereka memohon  pada  Musa  bin  Nusair,  raja  muda  Islam  di  Afrika untuk memerdekakan negeri mereka dari penindasan raja yang lalim itu. Setelah  mendapat  persetujuan Khalifah, Musa melakukan pengintaian kepantai  selatan  Spanyol. Bulan Mei tahun 711 Masehi, Tariq bin Ziyad, budak Barbar yang juga mantan pembantu Musa bin Nusair memimpin 12.000 anggota  pasukan  muslim  menyeberangi selat antara Afrika dan daratan Eropa.
Begitu  kapal-kapal  yang  berisi  pasukannya mendarat di Eropa, Tariq mengumpulkan  mereka  di  atas sebuah bukit karang, yang dinamai Jabal Tariq  (karang Tariq) yang sekarang terkenal dengan nama Jabraltar. Diatas bukit karang itu Thariq memerintahkan pembakaran kapal-kapal yang telah menyeberangkan mereka. Tentu  saja  perintah  ini membuat prajuritnya keheranan. “Kenapa Andalakukan ini?” tanya mereka. “Bagaimana kita kembali nanti?” tanya yang lain.
Namun  Tariq  tetap pada pendiriannya. Dengan gagah berani ia berseru,”Kita  datang  ke  sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya pilihan,menaklukkan negeri ini dan menetap di sini, atau kita semua syahid. Keberanian  dan  perkataannya yang luar biasa menggugah Iqbal, seorangpenyair   Persia,  untuk  menggubahnya  dalam  sebuah  syair  berjudul”Piyam-i Mashriq”: “Tatkala  Tariq membakar kapal-kapalnya di pantai Andalusia (Spanyol), Prajurit-prajurit  mengatakan,  tindakannya tidak bijaksana. Bagaimanabisa  mereka  kembali  ke  negeri Asal, dan perusakan peralatan adalahbertentangan  dengan hukum Islam. Mendengar itu semua, Tariq menghunus pedangnya,  dan  menyatakan bahwa setiap negeri kepunyaan Alloh adalah kampung halaman kita.”
Kata-kata  Tariq  itu  bagaikan  cambuk yang melecut semangat prajuritmuslim  yang  dipimpinnya.  Bala  tentara muslim yang berjumlah 12.000 orang  maju  melawan  tentara  Gotik yang berkekuatan 100.000 tentara. Pasukan   Kristen   jauh   lebih   unggul  baik  dalam  jumlah  maupun persenjataan. Namun  semua  itu  tak mengecutkan hati pasukan muslim.
Tanggal  19  Juli tahun 711 Masehi, pasukan Islam dan Nasrani bertemu, keduanya  berperang  di  dekat  muara sungai Barbate. Pada pertempuran ini,  Tariq  dan pasukannya berhasil melumpuhkan pasukan Gotik, hingga Raja  Roderick  tenggelam  di  sungai  itu. Kemenangan Tariq yang luar biasa  ini,  menjatuhkan semangat orang-orang Spanyol dan semenjak itu mereka  tidak  berani  lagi  menghadapi  tentara Islam secara terbuka.
Tariq  membagi  pasukannya  menjadi  empat  kelompok, dan menyebarkan mereka  ke Kordoba, Malaga, dan Granada. Sedangkan dia sendiri bersamapasukan  utamanya  menuju  ke Toledo, ibukota Spanyol. Semua kota-kota itu  menyerah tanpa perlawanan berarti. Kecepatan gerak dan kehebatanpasukan  Tariq  berhasil melumpuhkan orang-orang Gotik.
Rakyat Spanyol yang   sekian   lama   tertekan   akibat   penjajahanbangsa  Gotik, mengelu-elukan  orang-orang  Islam.  Selain  itu, perilaku  Tariq dan orang-orang   Islam   begitu  mulia  sehinggamereka  disayangi  oleh bangsa-bangsa  yang ditaklukkannya.
Salah satu pertempuran paling seru terjadi  di  Ecija,  yang membawakemenangan bagi pasukan Tariq. Dalam pertempuran  ini,  Musa bin Nusair, atasannya, sang raja muda Islam di Afrika  ikut  bergabung dengannya.
Selanjutnya,  kedua  jenderal itu bergerak  maju  terus berdampingan dan dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun   seluruh  dataran  Spanyol jatuh  ke  tangan  Islam.  Portugis ditaklukkan  pula  beberapa tahun kemudian.
“Ini merupakan perjuangan utama  yang  terakhir  dan  paling sensasional bagi bangsa Arab itu,” tulis Phillip K.Hitti, “dan membawa masuknya wilayah Eropa yang paling luas  yang  belum  pernah mereka peroleh sebelumnya ke dalam kekuasaan Islam. Kecepatan pelaksanaan dan kesempurnaan keberhasilan operasi ke Spanyol   ini  telah  mendapat tempat  yang  unik  di  dalam  sejarah peperangan  abad  pertengahan.”
Penaklukkan  Spanyol oleh orang-orang Islam  mendorong timbulnya revolusi sosial di mana kebebasan beragama benar-benar  diakui. Ketidak toleranan  dan  penganiayaan  yang  biasa dilakukan orang-orang Kristen, digantikan oleh toleransi yang tinggi dan kebaikan  hati yangluar biasa.
Keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu,  sehingga  jika tentara  Islam  yang  melakukan  kekerasan akan dikenakan hukuman berat. Tidak ada harta benda atau tanah milik rakyat yang  disita. Orang-orang Islam memperkenalkan sistem perpajakan yang sangat  jitu yang  dengan cepat membawa kemakmuran di semenanjung itu dan menjadikan negeri teladan di Barat. Orang-orang Kristen dibiarkan memiliki  hakim sendiri untuk memutuskan perkara-perkara mereka. Semua komunitas   mendapat   kesempatan  yang  sama  dalam  pelayanan  umum.
Pemerintahan  Islam  yang  baik  dan  bijaksana  ini membawa efek luar biasa.  Orang-orang  Kristen  termasuk  pendeta-pendetanya  yang  pada mulanya  meninggalkan  rumah  mereka  dalam keadaan ketakutan, kembali pulang  dan  menjalani  hidup yang bahagia dan makmur. Seorang penulis Kristen   terkenal  menulis:  “Muslim-muslim  Arab  itu  mengorganisir kerajaan  Kordoba  yang baik adalah sebuah keajaiban Abad Pertengahan, mereka  mengenalkan obor pengetahuan dan peradaban, kecemerlangan dan keistimewaan  kepada  dunia  Barat.  Dan  saat  itu Eropa sedang dalam kondisi  percekcokan  dan  kebodohan  yang  biadab.”
Tariq  bermaksud menaklukkan   seluruh   Eropa,   tapi  Alloh menentukan  lain.  Saat merencanakan  penyerbuan  ke  Eropa,  datang panggilan dari Khalifah untuk  pergi  ke Damaskus. Dengan disiplin dan kepatuhan tinggi, Tariq memenuhi  panggilan  Khalifah  dan berusaha tiba  seawal  mungkin di Damaskus.  Tak  lama  kemudian, Tariq  wafat di  sana. Budak Barbar, penakluk  Spanyol, wilayah Islam terbesar di Eropa yang selama delapan abad di bawah kekuasaan Islam telah memenuhi panggilan Rabbnya. Semoga Alloh merahmatinya. (her)
Kontribusi oleh ID: Noy (melalui Forum Media Muslim)

WANITA PEMERAH SUSU DAN ANAK GADISNYA


Pada zaman pemerintahan Umar bin Khaththab hiduplah seorang janda miskin bersama seorang anak gadisnya di sebuah gubuk tua di pinggiran kota Mekah. Keduanya sangat rajin beribadah dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Setiap pagi, selesai salat subuh, keduanya memerah susu kambing di kandang. Penduduk kota Mekah banyak yang menyukai susu kambing wanita itu karena mutunya yang baik.
Pada suatu malam, Khalifah Umar ditemani pengawalnya berkeliling negeri untuk melihat dari dekat keadaan hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Setelah beberapa saat berkeliling, sampailah khalifah di pinggiran kota Mekah. Beliau tertarik melihat sebuah gubuk kecil dengan cahaya yang masih tampak dari dalamnya yang menandakan bahwa penghuninya belum tidur. Khalifah turun dari kudanya, lalu mendekati gubuk itu. Samar-samar telinganya mendengar percakapan seorang wanita dengan anaknya.
"Anakku, malam ini kambing kita hanya mengeluarkan susu sedikit sekali. Ini tidak cukup untuk memenuhi permintaan pelanggan kita besok pagi," keluh wanita itu kepada anaknya.
Dengan tersenyum, anak gadisnya yang beranjak dewasa itu menghibur, "Ibu, tidak usah disesali. Inilah rezeki yang diberikan Allah kepada kita hari ini. Semoga besok kambing kita mengeluarkan susu yang lebih banyak lagi."
"Tapi, aku khawatir para pelanggan kita tidak mau membeli susu kepada kita lagi. Bagaimana kalau susu itu kita campur air supaya kelihatan banyak?"
"Jangan, Bu!" gadis itu melarang. "Bagaimanapun kita tidak boleh berbuat curang. Lebih baik kita katakan dengan jujur pada pelanggan bahwa hasil susu hari ini hanya sedikit. Mereka tentu akan memakluminya. Lagi pula kalau ketahuan, kita akan dihukum oleh Khalifah Umar. Percayalah, ketidakjujuran itu akan menyiksa hati."
Dari luar gubuk itu, Khalifah Umar semakin penasaran ingin terus mendengar kelanjutan percakapan antara janda dan anak gadisnya itu.
"Bagaimana mungkin khalifah Umar tahu!" kata janda itu kepada anaknya. "Saat ini beliau sedang tertidur pulas di istananya yang megah tanpa pernah mengalami kesulitan seperti kita ini?"
Melihat ibunya masih tetap bersikeras dengan alasannya, gadis remaja itu tersenyum dengan lembut dan berkata, "Ibu, memang Khalifah tidak melihat apa yang kita lakukan sekarang. Tapi Allah Maha Melihat setiap gerak-gerik makhluknya. Meskipun kita miskin, jangan sampai kita melakukan sesuatu yang dimurkai Allah."
Dari luar gubuk, khalifah tersenyum mendengar ucapan gadis itu. Beliau benar-benar kagum dengan kejujurannya. Ternyata kemiskinan dan himpitan keadaan tidak membuatnya terpengaruh untuk berbuat curang. Setelah itu khalifah mengajak pengawalnya pulang.
Keesokan harinya, Umar memerintahkan beberapa orang untuk menjemput wanita pemerah susu dan anak gadisnya untuk menghadap kepadanya. Beliau ternyata bermaksud menikahkan putranya dengan gadis jujur itu.
Sungguh sebuah teladan bagi kita semua, bahwa kejujuran karena takut kepada Allah adalah suatu harta yang tak ternilai harganya. Mungkin ini yang sulit kita dapatkan sekarang.

NASIHAT BAGI PENGUASA

Mengatakan kebenaran kepada penguasa yang menyeleweng memang perlu keberanian yang tinggi, sebab resikonya besar. Bisa-bisa akan kehilangan kebebasan, mendekam dalam penjara, bahkan lebih jauh lagi dari itu, nyawa bisa melayang. Karena itu, tidaklah mengherankan ketika pada suatu saat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya oleh seorang sahabat perihal perjuangan apa yang paling utama, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun menjawab, "Mengatakan kebenaran kepada penguasa yang menyeleweng."
Demikian sabda Tasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana yang dikisahkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa'i, Abu Daud, dan Tirmidzi, berdasarkan penuturan Abu Sa'id al-Khudry Radhiyallahu 'anhu, dan Abu Abdillah Thariq bin Syihab al-Bajily al-Ahnasyi. Oleh sebab itu, sedikit sekali orang yang berani melakukannya, yakni mengatakan kebenaran kepada penguasa yang menyeleweng.
Di antara yang sedikit itu (orang yang pemberani) terdapatlah nama Thawus al-Yamani. Ia adalah seorang tabi'in, yakni generasi yang hidup setelah para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bertemu dengan mereka dan belajar dari mereka. Dikisahkan, suatu ketika Hisyam bin Abdul Malik, seorang khalifah dari Bani Umayyah, melakukan perjalanan ke Mekah guna melaksanakan ibadah haji. Di saat itu beliau meminta agar dipertemukan dengan salah seorang sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang hidup. Namun sayang, ternyata ketika itu tak seorang pun sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang masih hidup. Semua sudah wafat. Sebagai gantinya, beliau pun meminta agar dipertemukan dengan seorang tabi'in.
Datanglah Thawus al-Yamani menghadap sebagai wakil dari para tabi'in. Ketika menghadap, Thawus al-Yamani menanggalkan alas kakinya persis ketika akan menginjak permadani yang dibentangkan di hadapan khalifah. Kemudia ia langsung saja nyelonong masuk ke dalam tanpa mengucapkan salam perhormatan pada khalifah yang tengah duduk menanti kedatangannya. Thawus al-Yamani hanya mengucapkan salam biasa saja, "Assalamu'alaikum," langsung duduk di samping khalifah seraya bertanya, "Bagaimanakah keadaanmu, wahai Hisyam?"
Melihat perilaku Thawus seperti itu, khalifah merasa tersinggung. Beliau murka bukan main. Hampir saja beliau memerintahkan kepada para pengawalnya untuk membunuh Thawus. Melihat gelagat yang demikian, buru-buru Thawus berkata, "Ingat, Anda berada dalam wilayah haramullah dan haramurasulihi (tanah suci Allah dan tanah suci Rasul-Nya). Karena itu, demi tempat yang mulia ini, Anda tidak diperkenankan melakukan perbuatan buruk seperti itu!"
"Lalu apa maksudmu melakukakan semua ini?" tanya khalifah.
"Apa yang aku lakukan?" Thawus balik bertanya.
Dengan geram khalifah pun berkata, "Kamu tanggalkan alas kaki persis di depan permadaniku. Kamu masuk tanpa mengucapkan salam penghormatan kepadaku sebagai khalifah, dan juga tidak mencium tanganku. Lalu, kamu juga memanggilku hanya dengan nama kecilku, tanpa gelar dan kun-yahku. Dan, sudah begitu, kamu berani pula duduk di sampingku tanpa seizinku. Apakah semua itu bukan penghinaan terhadapku?"
"Wahai Hisyam!" jawab Thawus, "Kutanggalkan alas kakiku karena aku juga menanggalkannya lima kali sehari ketika aku menghadap Tuhanku, Allah 'Azza wa Jalla. Dia tidak marah, apalagi murka kepadaku lantaran itu."
"Aku tidak mencium tanganmu lantaran kudengar Amirul Mukminin Ali Radhiyallahu 'anhu pernah berkata bahwa seorang tidak boleh mencium tangan orang lain, kecuali tangan istrinya karena syahwat atau tangan anak-anaknya karena kasih sayang."
"Aku tidak mengucapkan salam penghormatan dan tidak menyebutmu dengan kata-kata amiirul mukminin lantaran tidak semua rela dengan kepemimpinanmu; karenanya aku enggan untuk berbohong."
"Aku tidak memanggilmu dengan sebutan gelar kebesaran dan kun-yah lantaran Allah memanggil para kekasih-Nya di dalam Alquran hanya dengan sebutan nama semata, seperti ya Daud, ya Yahya, ya 'Isa; dan memanggil musuh-musuh-Nya dengan sebutan kun-yah seperti Abu Lahab...."
"Aku duduk persis di sampingmu lantaran kudengar Amiirul Mukminin Ali Radhiyallahu 'anhu pernah berkata bila kamu ingin melihat calon penghuni neraka, maka lihatlah orang yang duduk sementara orang di sekitarnya tegak berdiri."
Mendengar jawaban Thawus yang panjang lebar itu, dan juga kebenaran yang terkandung di dalamnya, khalifah pun tafakkur karenanya. Lalu ia berkata, "Benar sekali apa yang Anda katakan itu. Nah, sekarang berilah aku nasehat sehubungan dengan kedudukan ini!" "Kudengar Amiirul Mukminin Ali Radhiyallahu 'anhu berkata dalam sebuah nasehatnya," jawab Thawus, "Sesungguhnya dalam api neraka itu ada ular-ular berbisa dan kalajengking raksasa yang menyengat setiap pemimpin yang tidak adil terhadap rakyatnya."
Mendengar jawaban dan nasehat Thawus seperti itu, khalifah hanya terdiam, tak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia menyadari bahwa menjadi seorang pemimpin harus bersikap arif dan bijaksana serta tidak boleh meninggalkan nilai-nilai keadilan bagi seluruh rakyatnya. Setelah berbincang-bincang beberapa lamanya perihal masalah-masalah yang penting yang ditanyakan oleh khalifah, Thawus al-Yamani pun meminta diri. Khalifah pun memperkenankannya dengan segala hormat dan lega dengan nasehat-nasehatnya.

KISAH MENGHARUKAN KEMULIAAN NABI MUHAMMAD SAW

Dalam satu kesempatan usai shalat berjamaah di masjid, Rasulullah yang baru sembuh dari sakit berdiri di depan jamaahnya dan berkata, “Duhai sahabat, kalian tahu umurku tak akan lagi panjang, Siapakah di antara kalian yang pernah merasa teraniaya oleh si lemah in i(nabi)? bangkitlah sekarang untuk mengambil qisas (pembalasan), jangan kau tunggu hingga kiamat menjelang, karena sekarang itu lebih baik”. Semua yang hadir terdiam, semua mata menatap lekat Nabi yang terlihat lemah. Tak akan pernah ada dalam benak mereka perilaku Nabi yang terlihat janggal. Apapun yang dilakukan Nabi, selalu saja indah. Segala hal yang diperintahkannya, selalu membuihkan bening saripati cinta. Tak akan rela sampai kapanpun, ada yang menyentuhnya meski hanya secuil jari kaki. Apapun akan digadaikan untuk membela Al-Musthafa (nabi)
Melihat semua terdiam, Nabi mengulangi lagi ucapannya, kali ini suaranya terdengar lebih keras. Masih saja para sahabat duduk tenang. Hingga ucapan yang ketiga kali, seorang laki-laki berdiri menuju Nabi. Dialah ‘Ukasyah Ibnu Muhsin. “Ya Rasul Allah, dulu aku pernah bersamamu di perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan, dan aku pun menghampirimu agar dapat menciummu, duhai kekasih Allah, saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung samping ku” ucap ‘Ukasyah.

Mendengar ini Nabi pun menyuruh Bilal mengambil cambuk di rumah putrinya, Fatimah. Tampak keengganan menggelayuti Bilal, langkahnya terayun begitu berat, ingin sekali ia menolak perintah tersebut. Ia tidak ingin cambuk yang dibawanya itu melecut tubuh Nabi yang baru saja sembuh.

Abu Bakar dan Umar bin Khattab maju ke depan dan berkata kepada Ukasyah, “Deralah kami sesukamu, pilihlah bagian mana saja yang kau inginkan. Jangan sekali-kali kau pukul Rasul…” Namun Rasulullah meminta keduanya duduk kembali dan membiarkan Ukasyah melanjutkan. Begitu pun ketika Ali bin Abi Thalib berdiri dan mengajukan dirinya untuk dikisas menggantikan baginda Nabi.

Ketika Rasulullah membuka gamisnya, maka terlihatlah tubuh indah nan mulia milik lelaki pilihan itu. Saat itulah Ukasyah membuang cambuk di tangannya dan melompat memeluk tubuh mulia itu. “Siapakah yang sampai hati mengkisas manusia indah sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka”. Dengan tersenyum, Nabi berkata: “Ketahuilah duhai manusia, siapa yang ingin melihat penduduk surga, maka lihatlah pribadi lelaki ini”. Ukasyah langsung tersungkur dan bersujud memuji Allah…

Senin, 17 September 2012

Cerita : Tentang Kampung Naggewer Tasikmalaya



Cerita Tentang Kampung Naggewer Tasikmalaya
Berawal dari kejadian di Sumedang Larang,  lima orang bersaudara yang gagah berani berhasil  menumpas gerombolan kejahatan yang seringkali meresahkan rakyat. Kelima orang itu  tidak deketahui nama aslinya, namun memiliki julukan dan panggilan masing masing. Sangkleng dikenal sangat kuat dan tidak pernah basi basi dalam menyelesaikan perkara, Kidang memiliki kelebihan dalam berlari seperti Kijang, Jidang seorang alim dan memiliki ilmu tinggi dalam ilmu keagamaan,   Gajig seorang pemimpin yang selalu  sukses menumpas kejahatan dan Bonan seorang muda memilki ilmu kanuragan yang tinggi. Konon katanya ke lima orang ini memiliki garis keturunan dengan Sumedang Larang.
 Diceritakan penumpasan dipimpin oleh Gajig sukses menangkap pemimpin penjahat, setelah melakukan pertarungan sengit  sebelumnya, karena  penjahat melakukan perlawanan yang sengit,  dalam pertarungan itu Bonan mengalami  luka berat akibat sabetan penjahat.
Melihat pertarungan  dan setelah penjahat melukai Bonan yang  hampir saja  penjahat  itu berhasil  kabur,   rakyat waktu itu  yang sudah sangat benci dan dendam ikut mengepung bahkan  setelah penjahat itu tertangkap rakyat mengahakimi sendiri. Kejadian itu mendapat perhatian  dari pejabat      Sumedang, dan diputuskan bahwa kelima orang itu bersalah  harus bertanggung jawab atas penghakiman oleh massa.
Kelima orang ini tidak terima dengan keputusan penjabat Sumedang itu, dan “ngagelig”   keluar dari lingkungan Sumedang dan bersama sama menuju Gunung Cakra Buana, sayang akibat luka yang parah dalam perjalanan BONAN meninggal,  menurut cerita Bonan meninggal  di gunung yang sekarang dinamakan  Gunung Bonan. Setelah itu, kelima orang itu bersepakat untuk memencar di Kaki Gunung Cakra Buana.
Jidang menetap di salah satu kaki Gunung Cakra Buana, sekarang di kenal dengan Kampung Guranteng, dan Gajig  sempat sempat mangkal    untuk bertapa didekat sungai, sekarang Kampung Pangkalan, namun tidak lama karena  selalu  ada yang menggangu “nyarenghor” entah binatang atau makhluk halus,    sekarang  kampung itu bernama  Nyalenghor . Gajig pergi ke selatan dan membangun gubug di kampung Lamping, tempat itu sekarang dikenal dengan nama Kabuyutan. Gajig kemudian membuka kampung dan sawah.  Tidak Lama  di tinggal di Lamping pindah ke sawah. Sekarang sawah itu di kenal dengan nama kampung Nanggewer.
Menurut cerita, kata ”nanggewer”  itu berasal dari kata “nangeran”  yang berarti tempat tinggal pangeran. Mungkin menganggap Gajig itu adalah pangeran dari Sumedang.
Makam Mbah Gajig dikuburkan di dekat Patapaan dan berada di kebun keluarga Bapak Kartasenjaya.
KUWU pertama Naggewer adalah ARSAMANGGALA (Haji Bahrum),  karena kehebatannya memimpin Desa Nanggewer, beliow mendapat bintang dari Bupati Tasikmalaya waktu itu dan kenal dengan nama KUWU BINTANG,  kemudian diganti oleh adik iparnya namanya SUMADIMAJA (Haji Sidik).
Putra dan Buyut Mbah Gajig
1.       Arsamanggala
2.       Nayamanggala
3.        Cakramanggala
4.       Istrinya Sumadimaja
(Oleh Agus Hendradimaja, Disusun berdasarkan cerita dari mulut ke mulut orang tua)

Jumat, 17 Agustus 2012

Agama :Kisah Tukang Sol sepatu yang mendapatkan pahala Haji Mabrur

Ada beberapa Hikmah yang dapat kita ambil dari cerita dibawah ini, yaitu tentang Tukang Sol sepatu yang mendapatkan pahala Haji Mabrur, mari kita simak cerita berikut ini dan semoga bisa menjadikan kita terpacu untuk lebih giat beramal ibadah.
Sa’id Ibnu Muhafah, Tukang Sol sepatu yang mendapatkan pahala haji mabrur, padahal ia tidak haji, suatu ketika Hasan Al-Basyri menunaikan ibadah haji. Ketika beliau sedang istirahat, beliau bermimpi. Dalam mimpinya beliau melihat dua Malaikat sedang membicarakan sesuatu.
“Rasannya orang yang menunaikan haji tahun ini, banyak sekali” Komentar salah satu Malaikat
“Betul” Jawab yang lainya.
“Berapa kira-kira jumlah keseluruhan?”
“Tujuh ratus ribu”
“Pantas”
“Eh, kamu tahu nggak, dari jumlah tersebut berapa kira-kira yang mabrur”,
Selidik Malaikat yang mengetahui jumlah orang-orang haji tahun itu.
“Wah, itu sih kehendak Allah”
“Dari jumlah itu, tak satupun yang mendapatkan haji Mabrur”
“Kenapa?”
“Macam-macam, ada yang karena riya', ada yang tetangganya lebih memerlukan uang tapi tidak dibantu dan dia malah haji, ada yang hajinya sudah berkali kali, sementara masih banyak orang yang tidak mampu, dan berbagai sebab lainnya
“Terus?”
“Tapi Masih ada, orang yang mendapatkan Pahala haji mabrur tahun ini”
“Lho kata nya tidak ada”
“Ya, karena orangnya tidak naik haji”
“Kok bisa”
“Begitulah”
“Siapa orang tersebut?”
Sa’id bin Muhafah, tukang sol sepatu di kota Damsyiq
Mendengar ucapan itu, Hasan Al-Basyri langsung terbangun. Sepulang dari Makkah, ia tidak langsung ke Mesir, Tapi langsung menuju kota Damsyiq (Siria). Sesampai disana ia langsung mencari tukang sol sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa memang ada tukang sol sepatu yang namanya Sa’id bin Muhafah.
“Ada, ditepi kota” Jawab salah seorang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya. Sesampai disana Hasan Al-Basyri menemukan tukang sepatu yang berpakaian lusuh,
“Benarkah anda bernama Sa’id bin Muhafah?” tanya Hasan Al-Basyri
“Betul, kenapa?”
Sejenak Hasan Al-Basyri kebingungan, dari mana ia memulai pertanyaanya, akhirnya iapun menceritakan perihal mimpinya. 
“Sekarang saya tanya, adakah sesuatu yang telah anda perbuat, sehingga anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur, barang kali mimpi itu benar” selidik Hasan Al-Basyri sambil mengakhiri ceritanya.
“Saya sendiri tidak tahu, yang pasti sejak puluhan tahun yang lalu saya memang sangat rindu Makkah, untuk menunaikan ibadah haji. Mulai saat itu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya, sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Dan pada tahun ini biaya itu sebenarnya telah terkumpul”
“Tapi anda tidak berangkat Haji??”
“Benar”
“Kenapa?”
“Waktu saya hendak berangkat ternyata istri saya hamil, dan saat itu dia ngidam berat”
“Terus?”
“Ngidamnya aneh, saya disuruh membelikan daging yang dia cium, saya cari sumber daging itu, ternyata berasal dari gubug yang hampir runtuh, disitu ada seorang janda dan enam anaknya. Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin daging yang ia masak, meskipun secuil. Ia bilang tidak boleh, hingga saya bilang bahwa dijual berapapun akan saya beli, dia tetap mengelak.
Akhirnya saya tanya kenapa?.. “daging ini halal untuk kami dan haram untuk tuan” katanya
“Kenapa?” tanyaku lagi ,
“Karena daging ini adalah bangkai keledai, bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakanya tentulah kami akan mati kelaparan,”
Jawabnya sambil menahan air mata.
Mendengar ucapan tersebut spontan saya menangis, lalu saya pulang, saya ceritakan kejadian itu pada istri saya, diapun menangis, akhirnya uang bekal hajiku kuberikan semuanya untuk dia”
Mendengar cerita tersebut Hasan Al-Basyri pun tak bisa menahan air mata.”Kalau begitu engkau memang patut mendapatkanya” Ucapnya.
Cerita atau Kisah ini diceritakan oleh Imam dan Khotib Masjid Rohmah, Cairo Egypt.
Dan untuk Shahih tidaknya tidak disebutkan. Meski demikian kisah ini perlu menjadi bahan perenungan untuk kita semua untuk lebih peduli terhadap sesama dan menjadikan bahan Hikmah diantara Hikmah.

Agama : Abdul Qadir dan Perampok



Setelah menginjak masa remaja, Abdul Qadir pun minta izin pada sang ibu untuk pergi menuntut ilmu. Dengan beat hati sang Ibu mengizinkannya. Oleh sang ibu, ia dibekali sejumlah uang yang tidak sedikit, dengan disertai pesan agar ia tetap menjaga kejujurannya, jangan sekali-sekali berbohong pada siapapun. Maka, berangkatlah Abdul Qadir muda untuk memulai pencarian ilmunya.
Namun ketika perjalanannya hampir sampai di daerah Hamadan, tiba-tiba kafilah yang ditumpanginya diserbu oleh segerombolan perampok hingga kocar-kacir. Salah seorang perampok menghampiri Abdul Qadir, dan bertanya,
“Apa yang engkau punya?”

Abdul Qadir pun menjawab dengan terus terang bahwa ia mempunyai sejumlah uang di dalam kantong bajunya. Perampok itu seakan-akan tidak percaya dengan kejujuran Abdul Qadir. Bagaimana mungkin ada orng engaku jika memiliki uang kepada perampok. Kemudian perampok itupun melapor pada pemimpinnya.
Sang pemimpin perampokpun segera menghampiri Abdul Qadir. Ia menggeledah baju Abdul Qadir. Ternyata benar, di balik bajunya itu memang ada sejumlah uang yang cukup banyak. Kepala perampokitu benar-benar dibuat seolah tidak percaya. Ia lalu berkata kepada Abdul Qadir,
“Kenapa kau tidak berbohong saja ketika ada kesempatan untuk itu?”
Maka Abdul Qadir pun menjawab, “Aku telah dipesan oleh ibundaku untuk selalu berkata jujur. Dan aku tak sedikitpun ingin mengecewakan beliau.”
Sejenak kepala rampok itu tertegun dengan jawaban Abdul Qadir, lalu berkata: “Sungguh engkau sangat berbakti pada ibumu, dan engkau pun bukan orang sembarangan.”
Kemudian kepalaperampok itu menyerahkan kembali uang itu pada Abdul Qadir dan melepaskannya pergi. Konon, sejak saat itu sang perampok menjadi insyaf dan membubarkan gerombolannya.

Agama : KISAH YU TIMAH, ORANG MISKIN YANG BERKURBAN

Namanya Yu Timah. Ia tergolong orang miskin dan menjadi salah seorang penerima program Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Subsidi Langsung Tunai (SLT). Empat kali menerima SLT selama satu tahun, jumlah uang yang diterima Yu Timah dari pemerintah sebesar Rp 1,2 juta.
Rumah Yu Timah berlantai tanah, berdinding anyaman bambu, tak punya sumur sendiri. Bahkan, status tanah yang ditempati gubuk Yu Timah bukan milik sendiri.
Usia Yu Timah sekitar 50-an. Badannya kurus dan tidak menikah. Ia jadi anak yatim sejak kecil. Ia  hidup sebatang kara. Yu Timah pernah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta. Namun, seiring usianya yang terus meningkat, tenaga Yu Timah tidak laku di pasaran pembantu rumah tangga. Dia kembali ke kampung halamannya.
Para tetangga bergotong-royong membuatkan gubuk buat Yu Timah bersama emaknya yang sudah sangat renta. Gubuk itu didirikan di atas tanah tetangga yang bersedia menampung anak dan emak yang sangat miskin itu.
Meski hidupnya sangat miskin, Yu Timah ingin mandiri. Ia berjualan nasi bungkus. Pembeli tetapnya adalah para santri yang sedang mondok di pesantren di kampungnya. Setelah emaknya meninggal, Yu Timah mengasuh seorang kemenakan. Ia biayai anak itu hingga tamat SD.
Yu Timah kembali hidup sebatang kara, ketika kemenakan pergi ke Jakarta. Ia mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berjualan nasi bungkus.
Meski uangnya tidak banyak, Yu Timah termasuk pandai mengelola keuangan. Ia masih menyisihkan uangnya untuk menabung di sebuah bank perkreditan rakyat (BPR) Syariah. Tapi Yu Timah tidak pernah mau datang ke kantor bank, katanya ia malu sebab ia orang miskin dan buta huruf.
Ia menabung Rp 5.000 atau Rp 10 ribu setiap bulan. Setelah menjadi penerima SLT, Yu Timah bisa setor tabungan hingga Rp 250 ribu. Saldo terakhir Yu Timah adalah Rp 650 ribu.
Suatu hari ia datang ke kantor bank.”Pak, saya mau mengambil tabungan,” kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil.
”O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore. Bank kita sudah tutup.
Bagaimana bila Senin?” kata petugas bank
”Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak tergesa.”
”Mau ambil berapa?”.
”Enam ratus ribu, Pak.”
”Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?”
Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu. ”Saya mau beli kambing kurban, Pak! Kalau 600 ribu saya tambahi dengan uang saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing.”
Petugas bank terdiam, tertegun! Lama tak memberi jawaban. Ia lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah berkurban!
”Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar 600 ribu. Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban. Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?”
”Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban.”
”Baik, Yu. Besok uang kamu akan saya ambilkan di bank kita.”
Wajah Yu Timah cerah seketika. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Ia pamit lalu pulang.
Setelah Yu Timah pergi, petugas bank termangu dan merenung:
“Kapankah Yu Timah mendengar, mengerti, menghayati, lalu menginternalisasi ajaran kurban yang ditinggalkan oleh Kanjeng Nabi Ibrahim? Mengapa orang yang sangat awam itu bisa punya keikhlasan demikian tinggi sehingga rela mengurbankan hampir seluruh hartanya?”
“Ah, Yu Timah, saya jadi malu. Kamu yang belum naik haji, atau tidak akan pernah naik haji, namun kamu sudah jadi orang yang suka berkurban. Kamu sangat miskin, tapi uangmu tidak kaubelikan makanan, televisi, atau pakaian yang bagus. Uangmu malah kamu belikan kambing kurban!”
“Ya, Yu Timah. Meski saya dilarang dokter makan daging kambing, tapi kali ini akan saya langgar. Saya ingin menikmati daging kambingmu yang sepertinya sudah berbau surga. Mudah-mudahan kamu mabrur sebelum kamu naik haji.”
Sumber: Resensi.net

Agama : Pengertian Kafir

Mengenai kepemimpinan dalam ajaran Al Quran, tidak ada yang salah dengan Al Qur’an surat An Nisa’ ayat 144. Kalau kita analisis dalam gramatika bahasa Arab (Nahwu, Shorof, Balagoh) definisi kafir (berasal dari fiil madhi ka-fa-ro) itu adalah orang-orang yang ingkar nikmat, tidak mensyukuri karunia Tuhan dengan menyalahgunakannya pada hal-hal yang buruk, dengan berbagai bentuk kezaliman (termasuk di dalamnya adalah perilaku korupsi). Hal ini berdasar pada Al Qur’an surat Ibrahim ayat 7. “Bila kamu semua bersyukur pasti Aku tambah nikmat bagimu semua, dan bila kamu semua kafir (wa lain-kafar-tum, kafar/kafir=ingkar nikmat/tidak bersyukur) maka sesungguhnya azabku sangat pedih”.
Bukan Islam bahasa Arabnya adalah “laisal Islam”. Non muslim bahasa Arabnya “ghoirul muslim”. Sama sekali tidak ada literatur bahasa Arab yang menunjukkan bahwa non muslim atau bukan Islam bahasa Arabnya adalah kafir. Kalau kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, dimana kata ‘kafir’ telah mengalami divergensi makna sesuai pemahaman kebanyakan orang walaupun salah kaprah. Tapi bahasa Al Qur’an adalah bahasa Arab. Sebaiknya kita merujuk pada sumber aslinya.
Kafir dan Kufur adalah sama berasal dari fiil madhi ka-fa-ra. Kafir menunjukkan fa’il (subyek yang melakukan) sedangkan kufur menunjukkan jamak (banyak orang yang melakukan perbuatan kafara). Yang perlu dipahami definisi kafir selama ini adalah definisi yang justru tidak berdasar pada Al Qur’an. Jadi sebenarnya Al Qur’an surat An Nisa ayat 144 yang mengandung perintah jangan memilih pemimpin yang kafir adalah JANGAN PILIH PEMIMPIN YANG INGKAR NIKMAT.
Pemimpin yang menggunakan kekuasaannya bukan untuk kebaikan tapi untuk keburukan, kezaliman. Hampir semua kata-kata kafir dalam Al Qur’an dihubungkan dengan ingkarnya kenikmatan dan ketiadaan rasa syukur. Dan kafir itu bisa ditujukan juga untuk muslim itu sendiri, bila dia tidak mau bersyukur dan mengingkari nikmat Tuhannya. Kemudian dalam menafsirkan ayat Al Qur’an disamping membutuhkan kemampuan dalam gramatikal bahasa Arab (mengingat bahasa Al Qur’an adalah bahasa Arab dalam tingkat tinggi), juga memahami Asbanun Nuzul (konteks dan latar belakang diturunkan ayat Al Qur’an). Karena walaupun ayat Al Qur’an adalah firman Tuhan yang mempunyai sifat Mutlak (Absolut) ketika dia di ajarkan dan mencoba diaplikasikan dalam tataran manusia yang mempunya sifat Relativitas (bergantung pada yang lain) dia menggunakan bahasa manusia yang juga mempunyai sifat Relatif. Karena itu tidak pernah bisa ayat Al Qur’an dilepaskan dari konteks (Asbabun Nuzul).
Bila kita memahami Asbabun Nuzul Al Qur’an surat Al Maidah ayat 51 bahwa jangan pilih pemimpin dari orang Nasrani atau Yahudi maka sebenarnya pada saat itu terjadi imperialisme besar-besaran (perang/penyerangan/kezaliman) yang dilakukan oleh Kekaisaran Romawi (pada kebetulan saat itu menggunakan Nasrani sebagai agama nasional mereka) terhadap negeri-negeri di Jazirah Arab. Pada saat itu Muhammad SAW, membangun benteng yang kuat di Tabuk, bukan untuk menyerang tapi lebih untuk membela diri. Juga sebagai strategi menghadapi politik pecah belah (devide et impera) yang dilakukan orang-orang yang kebetulan beragama Yahudi untuk mengadu orang Islam dan orang Nasrani.
Sejarah berabad-abad lamanya telah mengajarkan pada kita bahwa pertumpahan darah akan terus menerus terjadi, lebih karena kepentingan politik dan ego masing-masing. Bila kita berpikir jernih semua ini bukan masalah agama. Sebelum turunnya agama, pertumpahan darah terus menerus terjadi. Karena agama apapun itu bisa ditafsirkan sesuai ego kita masing-masing, radikal, moderat atau liberal. Yang berbuat jahat atau berbuat baik bisa muncul dari orang apapun, dari agama manapun. Bukan masalah agamanya, tapi masalah orangnya. Maka sekarang sebenarnya siapa sebenarnya yang kafir? Sebenarnya adalah orang-orang yang berbuat kezaliman terhadap sesama dan membuat kerusakan di muka bumi. Intinya adalah mari hidup rukun dan damai. Berlomba-lomba dalam kebaikan dan menebarkan kedamaian di muka bumi serta mencari keselamatan dunia - akhirat.
Wallahu a’lam bishawab.
 http://politik.kompasiana.com/2012/08/07/pendapat-tentang-kepemimpinan-yang-kafir/




Rabu, 30 Mei 2012

Agama : Sebuah Apel dan Buah Hati

Sebuah Apel dan Buah Hati


<http://www.eramuslim.com/syariah/bercermin-salaf/cetak/sebuah-apel-dan-buah-hati>

Hari itu cuaca teramat panas, matahari memancar terik sejak pagi, anak
Khalifah Umar bin Abdul Azis yang paling bungsu sehabis bermain sejak pagi
berasa sangat lapar lalu meminta makanan daripada ibunya. Tetapi ketika itu
isteri Khalifa, Fatimah belum memasak sesuatu apapun.

“Pergilah berjumpa dengan ayahmu di baitulmal, mungkin dia dapat memberikan
kamu sesuatu yang dapat dimakan,” kata Fatimah.

Anak itupun berlari lari riang dan lucu mencari ayahnya. Ketika itu ia
melihat ayahnya Khalifah Umar bin Abdul Azis masih bersama beberapa orang
pegawainya untuk menimbang sejumlah buah apel untuk dibagikan kepada mereka
yang layak menerimanya.

Tiba tiba masuk seorang buah hati Khalifah yang kecil itu menuju tumpukan
buah apel, lalu mengambil sebuah apel dari tumpukkan dan lalu hendak
memakannya. Khalifah Umar bin Abdul Azis melihat anak kesayangannya
mengambil dan khalifah segera merebut paksa buah apel itu dari mulut
anaknya hingga buah hatinya menangis lalu berlari pulang ke rumahnya.

“Wahai Amirul Mukminin, anakmu itu sedang lapar, toh kita masih mempunyai
stok banyak buah apel untuk diberikan kepada orang banyak, sekiranya hilang
satu buah, tentu tidaklah menjadi kerugian,” kata Sahal, adik Khalifah Umar
bin Abdul Azis yang turut berada dan menyaksikan kejadian tersebut.

Sahal, tidak sampai hati melihat keponakannya yang sedang lapar itu
menangis ketika sebuah apel yang hendak dimasukkan kedalam mulut yang
direbut oleh ayahnya.

Khalifah Umar Abdul Azis hanya berdiam diri mendengar kata kata adiknya
ini. Hatinya sendiri ketika itu sedang gelisah. Dia terpaksa memilih antara
keridhaan Allah dengan keinginan anak kesayangannya. Dia memilih
mengutamakan keridhaan Allah.

Selesai kerjanya di baitulmal, Khalifah Umar pulang segera ke rumah.
Ditemui anak bungsunya yang sedang lucu lucunya, dan dia memeluk dan
mencium buah hatinya, tapi dia mencium harumnya buah apel pada mulut si
bungsu anaknya, Khalifah Umar segera memanggil Isterinya , Fatimah.

“Wahai Fatimah, darimana kamu dapatkan buah apel untuk anak kita?” Tanya
Khalifah Umar bin Abdul Azis.

“Anak itu sedang kelaparan tadi siang , dan ia ingin sekali memakan buah
apel, lalu akhirnya saya belikan sebuah di pasar, apel itulah yang
dimakannya untuk menahan rasa laparnya.” Jawab Fatimah.

Dengan wajah lapang dan sambil menangis Khalifah Umar bin Abdul Azis pun
bercerita kejadian tadi siang terkait dengan anak bungsunya dan ia
berkata,”Wahai isteriku Fatimah, ketika saya merebut buah apel itu dari
mulut anak kita, sungguh, saya merasakan seperti merengut jantung saya
sendiri. Tetapi apa daya karena saya sangat takut akan api neraka yang akan
membakar anak kita, jadinya saya rebut buah apel itu dari mulutnya.

Begitulah seorang hamba Allah, seorang Khalifah , mu’min ,muttaqin, yang
mencontohkan kehati hatiannya , yang mengharapkan seluruh keluarga bahkan
rakyatnya untuk mencapai surga Allah, beliau sangat khawatir barang barang
haram memasuki aliran darah di keluarganya.

Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan pemimpin dan pejabat Negara
ini…bagaimana dengan keturunan mereka? Apakah menikmati hasil atau harta
harta Negara atau fasilitas Negara yang di atur atur…Ya Allah lindungi kami
dan keluarga kami, para pemimpin kami , para ustadz kami, dan seluruh kaum
muslim agar kami dan mereka memperhatikan apa apa rezeki yang
dinikmatinya…(MM)

Agama : Nabi Muhammad Menerima Saran Dari Sohabat

Pertempuran besar akan terjadi. Rasulullah SAW dan pasukan Islam bergerak untuk mendahului kaum Musyrikin Quraisy sehingga mereka bisa menduduki tempat di dekat sumur Badar. Dengan begitu, mereka dapat menghalangi Quraisy dari sumur itu. Pada sore hari, mereka telah sampai di dekat sumur itu.

Saat itu berdirilah Hubbab bin Mundzir, “Wahai Rasulullah, apakah keputusan untuk menempati lokasi ini merupakan wahyu Allah, atau merupakan pendapatmu sebagai siasat dan taktik perang?”
Rasulullah SAW menjawab, “Ini merupakan pendapatku sebagai siasat dan taktik perang.”
Hubbab berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jika ini strategi yang lahir dari pendapatmu dan bukan merupakan wahyu, maka menurutku, kita harus berhenti di tepi sebelah sana sehingga kita lebih dekat dari mereka. Kita timbun sumur mereka, lalu kita penuhi sumur kita dengan air sehingga mereka tidak bisa menjangkaunya. Ketika berperang, kita bisa minum dengan leluasa, tetapi mereka kesulitan mendapatkan air sehingga tidak bisa minum.”
Lalu, Rasulullah SAW berkata, “Pendapatmu sangat tepat.”
Kemudian Rasulullah SAW bangkit membawa pasukannya sampai jarak mereka lebih dekat dengan sumur dari pihak musuh.
Demikianlah salah satu strategi jitu yang diterapkan oleh Rasulullah SAW dan pasukannya. Ternyata taktik perang yang disampaikan Hubbab sangat tepat. Pasukan Islam pun berhasil meraih kemenangan berkat taktik tersebut walaupun kenyataannya jumlah pasukan kafir jauh lebih banyak. Ketika pasukan kafir Quraisy kehausan, mereka lalu segera berhamburan meminum air dari sumur Badar. Dengan cepat pasukan Islam menyerang mereka hingga banyak di antara orang-orang kafir itu mati dan sebagian lagi lari terbirit-birit.
Inilah salah satu bukti keindahan akhlak Rasulullah SAW. Beliau mau menerima pendapat sahabatnya, padahal beliau seorang Nabi dan utusan Allah! Beliau adalah orang yang paling bertakwa. Apakah dengan cara yang dilakukan Rasulullah ini, para sahabat menjauhi dan menghina beliau? Ternyata tidak. Justru beliau semakin dicintai. Setiap titahnya semakin dihargai. Setiap kata-katanya diingat, dihafal, dan dijalani dengan sepenuh hati. Beliau tidak menang sendiri; pokoknya apa yang dikatakan harus dilakukan. Titik. Ternyata tidaklah demikian adanya. Bahkan beliau pernah meminta doa kepada salah seorang sahabatnya yang akan pergi haji ke Makkah. Hal ini menunjukkan kerendahhatian beliau.
Orang-orang yang tidak mengerti dan berpikiran pendek bisa saja mengatakan, “Lihat saja Nabimu. Dia minta pendapat kepada teman-temannya, bukankah dia seorang Nabi? Seharusnya seorang Nabi itu lebih mengetahui daripada orang lain. Dia juga minta doa kepada para sahabatnya, bukankah dia seorang Nabi? Jadi, mengapa dia harus meminta doa, bukankah doa yang dipanjatkannya selalu dikabulkan Allah?” Mereka tidak melihat sisi kemanusiaan Rasulullah. Mereka hanya memandang Rasulullah ada di atas sana, tidak terjangkau layaknya malaikat yang tidak pernah berbuat dosa atau bahkan menganggapnya sebagai Tuhan!
Rasulullah adalah orang yang sederhana. Tidak memiliki banyak harta. Andaikata para sahabatnya gila harta, tentu mereka meminta harta dari Rasulullah. Walaupun demikian, Rasulullah adalah orang yang dermawan. Beliau memberikan apa yang dimiliki dengan senang hati. Beliau pernah memberikan mantel bagus yang baru saja dipakainya. Oleh karena itu, bukanlah harta yang dikedepankan Rasulullah, tetapi akhlak mulia. Bukanlah pangkat dan jabatan yang bisa mengangkat derajat dan martabat seseorang, tetapi akhlak mulia!
Mungkin saja ada orang yang lebih banyak memberi daripada Rasulullah, tetapi tidak ada orang yang mampu menyamai akhlak beliau. Kadang orang memberi sedikit tapi yang diberi sangat senang bukan main. Si penerima sangat menghormati si pemberi. Padahal yang diberi hanya sedikit saja! Hal itu terjadi karena akhlak mulia si pemberi. Sebaliknya, ada orang yang banyak memberi, tapi di belakang si penerima tidak senang hati. Walaupun sangat membutuhkan terhadap apa yang diberi, tetapi dia tidak begitu peduli dengan si pemberi. Ya, hal itu terjadi karena akhlak buruk si pemberi. Saat memberi dia ingin di puji, sombong, dan ingin orang-orang yang diberi tunduk padanya. Bila tidak tunduk, dia sangat marah. Jadilah orang seperti ini dijauhi.
Rasulullah Saw. selalu mengedepankan akhlak. Meskipun yang dihadapinya seorang anak kecil. Keindahan akhlak memancarkan kemilau cahaya ke seluruh penjuru bumi. Ketiadaannya membuat orang-orang di sekitarnya sedih. Keberadaannya selalu dinanti-nanti.”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran: 159)
http://abu-farras.blogspot.com/2012/05/bukan-harta-tapi-akhlak-mulia.html
__._,_.___

Sabtu, 07 Januari 2012

Agama : Aku Sesuai Sangkaan HambaKu

Aku Sesuai Sangkaan HambaKu



Sewaktu lagi blog walking, tak sengaja saya menemukan tuisan ini di suatu forum, isinya cukup menggetarkan hati, hingga membuat keyboard laptop saya basah tanpa sadar…
Ada sebuah riwayat yang diceritakan oleh Ibn Husain, yang kiranya patut kita renungkan. Isi firman ALLAH SWT yang berbunyi :

***
“Demi kemuliaan dan kebesaran KU dan juga demi kemurahan dan ketinggian kedudukan KU di atas Arsy. AKU akan mematahkan harapan orang yang berharap kepada selain AKU dengan kekecewaan. Akan AKU pakaikan kepadanya pakaian kehinaan di mata manusia. AKU singkirkan ia dari dekat KU, lalu Ku putuskan hubungan KU dengannya.

Mengapa ia berharap kepada selain AKU, ketika dirinya sedang dalam kesulitan, padahal sesungguhnya kesulitan itu berada ditangan KU. Dan hanya AKU yang dapat menyingkirkan nya !
Mengapa ia berharap kepada selain AKU dengan mengetuk pintu-pintu lain, padahal pintu-pintu itu tertutup !
Padahal, hanya pintu KU yang terbuka bagi siapapun yang berdo’a memohon pertolongan dari KU.

Siapakah yang pernah mengharapkan AKU untuk menghalau kesulitannya lalu AKU kecewakan ?
Siapakah yang pernah mengharapkan AKU karena dosa-dosanya yang besar, lalu AKU putuskan harapannya ?
Siapakah pula yang pernah mengetuk pintu KU lalu tidak AKU bukakan ?

AKU telah mengadakan hubungan yang langsung antara AKU dengan angan-angan dan harapan seluruh makhluk KU. Akan tetapi, mengapa mereka malah bersandar kepada selain AKU ?
AKU telah menyediakan semua harapan hamba-hamba KU, tetapi mengapa mereka putus asa & tidak puas dengan perlindungan KU ?

Dan AKU pun telah memenuhi langit KU dengan para malaikat yang tiada pernah jemu bertasbih pada KU, lalu AKU perintahkan mereka supaya tidak menutup pintu antara AKU dan hamba-hamba KU. Akan tetapi, mengapa mereka tidak percaya kepada firman-firman KU. Tidakkah mereka mengetahui bahwa siapa pun yang ditimpa oleh bencana yang AKU turunkan tiada yang dapat menyingkirkannya kecuali AKU !
Akan tetapi , mengapa AKU melihat ia dengan segala angan-angan dan harapan itu, selalu berpaling dari KU ?
Mengapakah ia sampai tertipu oleh yang lain ?

AKU telah memberikan kepadanya dengan segala kemurahan KU apa-apa yang tidak sampai harus ia minta. Ketika semua itu AKU cabut kembali darinya, lalu mengapa ia tidak lagi memintanya kepada KU untuk segera mengembalikannya, akan tetapi malah meminta pertolongan kepada selain AKU.

Apakah AKU yang memberi sebelum diminta, lalu ketika diminta tidak AKU berikan ?
Apakah AKU ini bakhil, sehingga dianggap bakhil oleh hamba KU ?
Tidakkah dunia dan akhirat itu semuanya milik KU ?
Tidakkah semua rahmat dan karunia itu berada di tangan KU ?
Tidakkah dermawan dan kemurahan itu adalah sifat KU ?
Tidakkah hanya AKU tempat bermuara semua harapan ?
Dengan demikian, siapakah yang dapat memutuskannya daripada KU ?

Apa pula yang diharapkan oleh orang-orang yang berharap, andaikan AKU berkata kepada semua penduduk langit dan bumi, ” Mintalah kepada KU !” AKU pun lalu memberikan kepada masing-masing orang, pikirkan apa yang terpikir pada semuanya ?
Dan semua KU berikan itu tidak akan mengurangi kekayaan KU meskipun sebesar debu.
Bagaimana mungkin kekayaan yang begitu sempurna akan berkurang, sedangkan AKU mengawasinya ?

Sungguh, alangkah celakanya orang yang terputus dari rahmat KU. Alangkah kecewanya orang yang berlaku maksiat kepada KU dan tidak memperhatikan AKU. Dan tetap melakukan perbuatan-perbuatan yang haram seraya tiada malu kepada KU.

” Sesungguhnya AKU sesuai dengan prasangka hamba terhadap KU “
***

Dari Bukhari, Muslim, Tirmidhi dan Ibn Majah, diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a: Rasulullah s.a.w bersabda: “Allah s.w.t berfirman: Aku adalah berdasarkan kepada sangkaan hambaKu terhadapKu. Aku bersamanya ketika dia mengingatiKu. Apabila dia mengingatiKu dalam dirinya, nescaya aku juga akan mengingatinya dalam diriKu. Apabila dia mengingatiKu di majlis, nescaya Aku juga akan mengingatinya di dalam suatu majlis yang lebih baik daripada mereka. Apabila dia mendekatiKu dalam jarak sejengkal, nescaya Aku akan mendekatinya dengan jarak sehasta. Apabila dia mendekatiKu sehasta, nescaya Aku akan mendekatinya dengan jarak sedepa. Apabila dia datang kepadaKu dalam keadaan berjalan seperti biasa, nescaya Aku akan datang kepadanya seperti berlari-lari kecil.”

Kelakuan yang memang sangat tidak wajar jika harus tidak meminta padaNya kemudian malah berpaling dariNya. Selalu pikiran yang membuat kita kalang kabut dalam sebuah persoalan. Manusiawi memang, jika manusia selalu bersifat ketika ia ingin, maka hari itu ia ingin terjadi. Fenomena semacam ini sudah terlalu marak kita jumpai dan mungkin tanpa kita sadari mengendap dalam qolbu kita (na’udzubillah) tapi memang kenyataan sulit kita pecahkan, pencerahan macam apapun seolah-olah menjadi semacam hal paling biasa dan mereka pun tahu itu. Tapi anehnya, tetap saja berlaku demikian.

Karena memang ada banyak faktor yang mempengaruhi emosi, intuisi, atau seabrek gejala fsikologis yang mengarah pada penyelewengan aqidah secara halus. Sangat halus, dan saking halusnya ia seolah-olah menjadi hal yang sangat biasa dan dirasa tidak menyimpang. Dalam hidup kita selalu merasa lebih banyak gagal dari pada berhasil atau sukses, lebih sering rugi dari pada untung, dan selalu tersandung ketika baru maju beberapa langkah.

Namun nyata atau tidak, harapan yang tak kesampaian sering membuat kita frustasi, menyesali diri, bahkan menyalahkan Ilahi (na’udzubillah). Jika suatu kegagalan melanda, kita merasa seolah menjadi manusia yang paling nelangsa. Sebuah musibah membuat kita lupa sejuta anugerah. Seperti peribahasa “nila setitik merusak susu sebelangga”.

Padahal adalah sebuah kenyataan bahwasannya tidak setiap impian yang tergapai membuat kita damai, tidak setiap harapan yang kesampaian membuat hati tentram. Bahkan merupakan sebuah kenyataan bahwa banyak perkara yang kita benci ternyata adalah sesuatu yang paling baik disisiNya. Seperti dikatakan firmanNya dalam ayat berikut :


Kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS An-Nisa’ : 19).


Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetauhi, sedangkan kamu tidak mengetauhi”. (QS Al-Baqarah : 216).

Persoalan tauhid dan aqidah memang sangat berat. Semoga dengan ini, kita bisa saling mengingatkan dan instropeksi diri, Insya Allah….

NB : Adakah yang tau perawi / sanad dari hadits panjang di atas? Tolong kasih tau saya, sebab saya sudah cari-cari kok belum nemu,,, :D

Sumber diambil & diedit dari : http://www.wisatahati.com/forum/viewtopic.php?f=2&t=235&sid=eb3844a32c2ae6a96c34a3e1ee7e310d